Seminar Universitas PGRI Semarang, Seminar Nasional KeIndonesiaan II Tahun 2017

Font Size: 
MENEROPONG POLEMIK “EMPAT PILAR MPR RI”: SUATU TINJAUAN FILSAFAT KENEGARAAN DAN FILSAFAT HUKUM
Hastangka Hastangka

Last modified: 2017-05-31

Abstract


Paradigma kehidupan berbangsa dan bernegara pasca reformasi mengalami berbagai dinamika dan perubahan yang mendasar. Perubahan yang mendasar yang dapat terlihat dari aspek hakikat negara, tujuan negara, dan orientasi ideologis negara dalam mencapai cita-cita dan tujuan nasional. Pembahasan tentang paradigma menjadi menarik ketika membahas tentang hakikat negara, tujuan negara, dan orientasi ideologis. Isu ideologis dan ketahanan nasional menjadi problematis dalam konteks hubungan antara negara dan warga negara. Sebagaimana realitas sosial, politik, ekonomi, budaya, dan ideologi di Indonesia menunjukkan suatu perubahan yang dramatis. Tulisan ini akan mengkritisi tentang konsep dan paradigma negara dalam menanamkan ideologi dan nilai-nilai kebangsaan kepada warga negara pasca reformasi. Kajian ini akan memfokuskan pada persoalan dan perdebatan konsep dan sosialisasi Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI sejak akhir tahun 2009 hingga 2017. Polemik tentang sosialisasi Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara yang terdiri atas Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika semakin menguat sejak awal disosialisasikan konsep Empat Pilar ini kepada masyarakat. Polemik yang muncul ialah perbedaan pandangan dari aspek masyarakat dan akademik terkait pilarisasi Pancasila, pilarisasi UUD 1945, pilarisasi NKRI, dan pilarisasi Bhinneka Tunggal Ika.

Konsep Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara tidak hanya sekedar istilah tetapi didalamnya terdapat makna politik bahasa. Politik bahasa ini menjadi wujud bahwa bahasa sebagai subjek politik untuk diperlukan dan diformulasikan untuk mempengaruhi, mengajak, dan mendoktrin secara politik dengan tujuan politik tertentu. Berbagai kritik sudah dikemukan oleh akademisi seperti Kaelan dengan bukunya Problem Epistemologis Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara (2010), Putusan Mahkamah Konstitusi 2014 tentang Frasa Empat Pilar yang bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Ironisnya, MPR RI tetap menggunakan konsep Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara sebagai program sosialisasi. Secara khusus, kajian ini telah menunjukkan konsep Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara bertentangan dengan filosofi, dasar, hakikat, dan tujuan negara dalam konteks pemahaman ideologis dari aspek filsafat Kenegaraan dan Filsafat hukum. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa pertama, penggunaan istilah “empat pilar berbangsa dan bernegara” atau “empat pilar MPR RI” telah bertentangan dengan konstitusi dan perbuatan melanggar hukum karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Kedua, penggunaan istilah Empat Pilar telah merusak memori kolektif bangsa dan pendidikan sejarah bangsa karena istilah Empat Pilar tidak dikenal dalam sejarah bangsa Indonesia. Ketiga, pada aspek Filsafat Kenegaraan dan Filsafat Hukum menunjukkan istilah Empat Pilar tidak lazim dan rancu dalam logika bahasa dan permainan bangsa karena tidak mengikuti kaidah dan ketentuan yang berlaku. Keempat, komitmen penyelenggara negara dalam hal ini lembaga negara MPR RI tidak memiliki konsepsi ontologis, aksiologis, dan epistemologis yang benar terkait membangun kehidupan berbangsa dan bernegara karena terbukti akibat dari program Empat Pilar, kondisi dan situasi negara tidak berubah dan semakin buruk, banyak penyelenggara negara menjadi pelanggar hukum negara sendiri.

Kata kunci: Politik bahasa, filsafat kenegaraan, filsafat hukum, hakikat negara, ideologi.

Full Text: PDF