Kaba merupakan suatu ragam susastra tradisional (sastra lisan) Minangkabau yang berkembang di wilayah ini sejalan dengan perkembangan Islam di Minangkabau. Dalam perkembangannya, pada abad XVIII dan XIX, kaba mulai ditulis, baik menggunakan aksara Jawi maupun Latin. Pada penghujung abad XIX hinga awal abad XX, kaba mulai dicetak untuk memenuhi permintaan masyarakat pembaca. Selanjutnya, pada pertengan abad XX, kaba hadir pula dalam bentuk rekaman suara dan suara-gambar. Dinamika alih media ini ternyata bukan atau bahkan tidak menghilangkan kaba dalam bentuk aslinya: sastra lisan. Teks lisan, naskah, cetakan dan perekaman suara-gambar hidup bersama-sama. Hal ini memberi pemahaman bahwa kaba merupakan kesusastraan komunal yang memiliki fungsi sosial dalam pertunjukkannya, bukan personal yang sunyi dan dinikmati secara sendiri-sendiri.

Kata kunci: kaba, sastra lisan, sastra tradisional, alih media dan Minangkabau

Abstract

Kaba is a variety of Minangkabau traditional literature that developed in line with Islam development in Minangkabau. In the 18th and 19th century, kaba began to be written, both using Jawi and Latin. At the end of the 19th until early 20th century, kaba started to be printed to fulfill the readers demand. Furthermore, in mid 20th century, kaba also present in sound recording and audio-visual recording forms. The dynamics of this media transformation was not obliterating its original form: oral literature. Oral texts, manuscripts, printed, sound recording, and audio-visual forms live together as well. It gives an understanding that kaba is a product of communal literature which has a social function in the performance, not personal.

Keywords: kaba, oral tradition, traditional literature, media transformation, Minangkabau.