Seminar Universitas PGRI Semarang, SEMINAR NASIONAL BAHASA, SASTRA DAERAH, DAN PEMBELAJARANNYA 2018

Font Size: 
Pendidikan Karakter dalam Cerita Pan Angklung Gadang: Sebuah Pendekatan Dekonstruksi Sastra
I Nyoman Sukartha

Last modified: 2018-03-12

Abstract


Pan Angklung Gadang (Pan Angklung Gadang) merupakan cerita lisan yang masih hidup di Bali hingga kini. Namun seiring dengan derasnya gempuran arus globalisasi dan kemajuan teknologi informatika yang serba canggih, maka tradisi lisan cerita rakyat semakin terdesak dan kurang diminati. Pada hal, cerita lisan semacam itu sangat sarat akan nilai, makna, dan fungsi dalam perkembangan budaya, terutama dalam budi pekerti. Begitu pula halnya dengan cerita Pan Angklung Gadang di Bali. Cerita Pan Angkulng Gadang mengisahkan tentang seseorang yang sangat cerdik dan kritis dalam berpikir. Berkat kecerdikannya ia mampu memperdaya majikannya yang kejam, para tetangganya yang kaya, pelit, dan bodoh. Cerita Pan Angkulng Gadang sudah pernah diteliti. Namun, tulisan tentang makna filosofis dari sudut pandang dekonstruksi sastra belum pernah ada. Tulisan ini berlandaskan pada teori dekonstruksi sastra yang diperkenalkan oleh J. Derrida. Teori itu berusaha membongkar makna yang telah ada, kemudian disusun kembali untuk menemukan makna yang tertunda yang belum terungkap. Metode yang digunakan adalah adalah metode studi pustaka. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap dan memperkenalkan makna tertunda yang belum terungkap dalam penelitian Pan Angkulng Gadang sebelumnya. Manfaat yang akan didapatkan tentu saja pengetahuan akan kayanya kearifan etnik Bali yang mengandung nilai-nilai luhur. Juga adanya dokumen yang menangkal kepunahannya. Pan Angkulng Gadang merupakan tokoh sentral yang berkepribadian sanguinin, dan berkarakter baik. Walau pun ia ditekan oleh penguasa, tetapi ia mampu membebaskan diri berkat kecerdasannya. Cara pembelajaran karakter bisa dilakukan dengan keteladanan dan hukuman.

Kata kunci: kritis, bodoh, sorga, dan neraka


Full Text: PDF